1 September 2018
·
ADZAN di AUSTRALIA
(secuil catatan perjalanan 7 hari di Melbourne, Australia)
AUSTRALIA dan PAHITNYA GENOSIDA
(sekilas sejarah Australia yang dituturkan oleh Dr. Lily Yulianti; dosen Universitas Melbourne)
Australia merupakan salah satu negara barat yang memiliki multibudaya. Bicara mengenai sejarah Australia memori kita akan terlempar kembali pada peristiwa genosida etnis Aborigin (yang hidup sejak puluhan ribu tahun lalu di benua ini).
Genosida tersebut berawal dari kedatangan kapal berisi narapidana buangan Inggris. Kemudian, mulailah ditemukan beberapa tambang emas di kawasan barat Australia yang membuat pemerintahan kolonial mengkapling tanah untuk pemukiman pendatang.
Tentu hal tersebut memicu konflik dengan suku asli yang kita sebut Aborigin. Tercatat dalam sejarah kelam Australia tentang beberapa peristiwa kejam kala itu, diantaranya:
a. pembantaian besar-besaran
b. pemerkosaaan wanita Aborigin yang kemudian mengakibatkan banyak penyakit kelamin
c. pemisahan anak aborigin dari orang tuanya untuk hidup bersama dengan orang kulit putih yang kemudian kita kenal dengan istilah pembauran, dan masih banyak lagi kekejaman lainnya
praktek genosida tersebut berlangsung selama bertahun-tahun sampai akhirnya dunia internasional mengecam keras tindakan ini dan pemerintahan setempat mulai mengakui suku aborigin sekitar tahun 1971.
Mengingat sejarah kejamnya genosida terhadap etnis Aborigin, pemerintah Australia selama bertahun-tahun pula akhirnya meminta maaf kepada suku aborigin. Kemudian, seperti yang kita lihat sekarang mereka hidup berdampingan. Bahkan, suku aborigin mendapat hak prioritas dalam berbagai aspek terutama pendidikan.
BELAJAR BANYAK HAL dari AUSTRALIA
Selama 7 hari di negeri Kangguru, tangan kami sudah mulai gatal untuk mencatat hal menarik yang kami tangkap. Pemikiran dan hati kami mulai tergelitik untuk melakukan beberapa perubahan yang akan kami terapkan di negeri tercinta setelah melihat langsung aspek positif di negeri yang terkenal dengan sebutan Aussie. Beberapa aspek positif yang bisa kami deskripsikan adalah sebagai berikut:
A. Kebersihan yang selalu terjaga.
Nyaris di setiap sudut kota yang kami lewati, kami tidak melihat ada sampah berserakan. Wajah jalanan begitu bersih dan rapi. Kalaupun ada beberapa orang yang membawa gelas plastik berisi kopi hangat (karena sekarang sedang musim dingin), mereka akan membawa gelas plastik tersebut sampai mereka menemukan tempat sampah.
B. Taman kota yang luas dan indah.
Pemerintahan Australia sangat ketat dalam hal tata kota. Ciri khas bangunan Eropa dari tahun ke tahun tidak diubah bentuk aslinya, hanya dilakukan beberapa renovasi untuk perawatan gedung. Penataannya pun sangat rapi sekali, setiap rumah harus ada taman. Bicara soal taman, Australia dikenal dengan negeri banyak taman. Sepanjang perjalanan, kami melihat taman yang sangat luas, indah, dan terawat. Satu lagi yang menarik, tidak ada penjual asongan di area taman (kalau kita, mungkin lahan taman seluas itu sudah jadi lahan bisnis untuk buka lapak).
C.Minimalisasi polusi.
Sudut ini juga menarik perhatian kami, di sini masyarakat terbiasa jalan kaki dan bersepeda. Kalaupun kami jumpai ada beberapa kendaraan pribadi yang lewat, jumlahnya sedikit sekali dibandingkan pejalan kaki. Sebagai alternatifnya, kendaraan massal disiapkan oleh pemerintah. Tram, taxi, bus adalah transportasi publik yang disediakan oleh pemerintah. Sistemnya pun sangat rapi.
D. Disiplin waktu yang tinggi.
Masyarakat di sini sudah terbiasa dengan mobilitas yang tinggi. Hal tersebut tentu berpengaruh dengan disiplin waktu yang mereka miliki. Sering kami jumpai beberapa pelajar berlarian setelah turun dari tram menuju tempat mereka belajar. Ritme orang berjalan kaki sangat cepat sekali, kami pribadi baru bisa mengikuti setelah 2 hari di sini.
E. Budaya antri dan layanan prioritas
Di mana-mana, masalah antri merupakan masalah yang sangat klasik. Tapi sedikit sekali yang benar-benar mampu mempraktekkan. Di sini, jangan coba-coba untuk tidak mengikuti jalur antrian kalau tidak ingin mendapat hukuman sosial (dimarahi atau bahkan kena pinalti).
Selain itu, masyarakat sudah terbiasa dengan aturan layanan prioritas. Yang dimaksud di sini adalah memberikan skala prioritas utama kepada orang lanjut usia dan orang hamil. Misalnya, dalam tram kita akan menemukan kursi yang dikhususkan untuk orang lanjut usia dan wanita hamil. Meskipun tidak ada penumpang lanjut usia maupun wanita hamil dan kursi itu kosong, mereka tidak akan duduk di kursi tersebut. Mereka lebih memilih berdiri dan berdesakan dengan penumpang lain.
F.Cara berpikir kritis dan minat belajar yang tinggi
Salah satu cara melihat peradaban suatu bangsa bisa melalui seberapa besar minat baca penduduknya. Kali pertama kami menginjakkan kaki di Melbourne, kami melihat orang duduk di kursi taman sibuk dengan bacaannya.
Lebih takjub lagi ketika berada di State Library (perpustakan kota), ratusan orang silih berganti masuk perpustakaan bukan hanya sekedar melihat-lihat, tapi mereka betul-betul mencari beberapa literature untuk dibaca.
Gila terhadap bacaan inipun kami jumpai ketika di dalam tram. Ketika stasiun yang dituju agak jauh, mereka duduk sambil membaca buku yang ada dalam tas. Tidak hanya itu, kami melihat mereka berdiskusi tentang beberapa essay yang mereka buat dan membahas isi buku.
G. Keramahan dan privasi
Meskipun negara barat, mereka juga mempunyai nilai toleransi seperti yang kita miliki. Pengalaman kami ketika tersesat (berlebihan sekali ya, hehe), kami diantarkan sampai ke arah yang memudahkan kami menuju tempat yang kami inginkan dan itupun tidak kami minta, mereka yang menawarkan bantuan.
Tapi, jangan coba-coba dalam hal urusan privasi. Contoh, jangan sampai ambil gambar/foto anak-anak tanpa seizin orang tuanya, ambil foto aktivitas perkuliahan tanpa seizin dosen yang mengajar, dan lain sebagainya. Mereka sangat menjaga privasi tersebut.
ISLAM di AUSTRALIA
Program yang kami ikuti memiliki tujuan utama yaitu mempelajari perkembangan Islam dan multikulturalisme di Australia.
Kami mengunjungi sejumlah lembaga termasuk rumah makan milik orang Islam untuk melihat secara langsung perkembangan Islam dan masyarakat muslim sebagai bagian dari golongan minoritas di Australia serta berbagai isu kontemporer kemasyarakatan secara luas.
Mungkin kita masih ingat tentang peristiwa kelam bom Bali 1 dan 2. Kejadian tersebut menyisakan getir trauma bagi siapapun terutama umat Islam. Luka tersebut juga dialami oleh umat muslim yang ada di sini.
Pasca peristiwa tersebut, publik menjadi apatis terhadap umat muslim. Saudara muslim kita seolah mendapat sorotan khusus dan dicurigai. Namun perlahan, dengan hadirnya sekolah Islam, museum Islam (yang sengaja diperuntukkan untuk dikunjungi non muslim) agar mereka memiliki pandangan yang cukup luas tentang Islam, serta beberapa restoran milik orang Islam yang memberikan pelayanan secara ramah, perlahan membuat anggapan miring tentang Islam terkikis.
Hanya saja, kita tidak mudah menjumpai tempat ibadah di sini.Pertama kali kami dengar adzan adalah ketika sholat Jum’at di Konsulat Jendral Republik Indonesia di Melbourne, itupun tidak menggunakan pengeras suara.
Sebagai golongan minoritas, tentu persaudaraan umat muslim di sini lebih kuat. Ketika bertemu sesama wanita berjilbab, mereka bertegur salam. Adapun perayaan hari raya, belum berlaku di sini dalam artian setelah melaksanakan sholat, mereka tetap menjalankan aktivitas seperti biasa (tidak ada libur sekolah dan kantor).
Sebagai penutup, apa yang kami sampaikan di atas tadi (nilai positif yang ada di Australia) sebetulnya adalah konsep Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Namun, diakui atau tidak, nilai tersebut justru minim kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari yang notabene masyarakat kita merupakan muslim terbesar.
Semoga, perjalanan kami ini menjadi perjalanan yang bermanfaat dan penuh berkah (karena kami melakukan perjalanan dengan para Kyai; banyak asupan rohani juga yang kami dapat dari beliau semua). Mudah-mudahan juga, catatan kecil kami ini mampu memberi sedikit warna inspirasi untuk kita
(Melbourne, 01 September 2018)
Tinggalkan Komentar