Santri Junwangi Tembus Eropa
(Cerita Alumni)
Rabu malam, 21 Agustus 2019 keluarga besar asatidzah/dewan guru Madrasah Aliyah Bilingual, Pesantren Modern Al Amanah dicengangkan oleh sebuah berita dari Kepala Madrasah. Malam itu, beliau mengirimkan pesan bahwa ada salah satu santri yang bulan ini akan berangkat ke Jerman, meneruskan pendidikannya. Santri yang dimaksud adalah Ainida Faiz. Berikut akan kami bagikan cerita perjalanan si Aiz (panggilan akrabnya) selama dia mengenyam pendidikan di pesantren sampai akhirnya bisa lolos tes masuk Universitas Goethe, Jerman.
Aiz, seperti santri pada umumnya, menjalani kesehariannya sebagai santri Al Amanah dengan penuh perjuangan. Bagaimana tidak, keluarga ananda berdomisili di Solo. Tentu memutuskan untuk tinggal dan menempuh pendidikan di pesantren tidaklah mudah apalagi ananda adalah anak perempuan yang notabene rata-rata anak perempuan tidak bisa tinggal jauh dari keluarga. Berbagai macam perang emosional pun ananda hadapi, mulai dari rasa bosan, ingin pulang, merasa kesepian, dan lain sebagainya. Namun, si Aiz menaklukkannya dengan selalu menunjukkan bakatnya di bidang bahasa. Dia menyibukkan diri dengan terus aktif mencari informasi kompetisi terutama dalam bidang bahasa. Tak pelak lagi, dia sering mengikuti ajang kompetisi bahasa inggris (pidato, mendongeng, bahkan olimpiade).
Memasuki tahun ketiga masa pendidikan di tingkat aliyah, ananda mulai berpikir arah tujuan kedepan. Dia sangat termotivasi untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Alasannya waktu itu sangat sederhana, dia ingin melihat orang tua dan gurunya bangga terhadap dirinya. Setelah memiliki niat itu, dia bingung harus memulai darimana. Sampai suatu ketika, pada waktu pengajian rutin Bapak Pengasuh, beliau (KH. Nurcholis Misbah) menyampaikan, “Ketika kalian mempunyai mimpi tulislah. Entah apa yang akan terjadi tulislah mimpimu”. Seketika itu, ananda berani menulis impiannya yang kadang ditertawakan orang karena mustahil seorang santri lulusan pesantren bisa terbang ke Jerman.
Seusai dia menulis impian itu, keraguan lantas muncul dalam benaknya. Di saat seperti itulah, Kepala Madrasah (H. Fahrizal Ischaq,Lc.,M.Fil.I) selalu memberikan motivasi setiap pagi kepada para santri termasuk ananda Aiz. Menurutnya, saat itu Ustadz Fahrizal (sapaan akrab beliau) meminta para santri mempersiapkan segala hal untuk bisa lolos masuk perguruan tinggi di luar negeri, salah satunya adalah dengan membuat paspor, menyiapkan prestasi akademik dan non akademik. Tentu ini akan dianggap sebagai ide”gila” bagi mereka yang tak percaya akan mimpi, masak “iya” lulus aliyah saja belum tapi sudah harus bikin paspor. Awalnya ananda ragu, tapi lantas ananda berkata pada dirinya sendiri “masak saya ga percaya sama Allah, bismillah”.
Singkat cerita, ananda mulai membaca banyak literatur tentang pendidikan luar negeri bahkan sampai membeli buku khusus informasi beasiswa di luar negeri. Hampir setiap hari dia membawa buku itu dan menceritakan kepada walikelasnya, karena dia belum siap mendengar komentar negatif dari temannya. Sampai ketika dia lulus aliyah, dia pun masih ragu dan bingung menentukan arah. Teman-temannya satu angkatan sudah banyak yang menentukan pilihan dan masuk ke beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia dan Kairo. Sementara dia, masih terus berusaha keras mencari jalan agar bisa lolos ke Jerman.
Kesabaran, keyakinan, dan kegigihannya pun terus diuji. Dia terus berjuang bersama orang tuanya untuk mewujudkan impiannya. Mulai dari bekerja paruh waktu, membantu ibunya berdagang, hingga menjual kamera kesayangannya hanya demi mengikuti rangkaian les privat bahasa Jerman dan tes masuk kesana. Walhasil, kegigihannya pun terjawab tuntas oleh Allah. Dia dinyatakan diterima di Universitas Goethe, Jerman dengan beasiswa penuh.
Kini, si jago bahasa ini bisa tersenyum bahagia dan penuh kesyukuran. Dia menyatakan, “bersyukur Allah mentaqdirkan saya menempuh pendidikan di pesantren. Saya hidup bersama guru-guru hebat di madrasah dan pesantren yang selalu memotivasi saya. Semoga akan nada generasi selanjutnya yang melanjutkan pendidikan di Eropa”, pungkasnya menutup cerita.
Ini adalah sepenggal cerita perjalanan alumni dari sekian banyak cerita inspirasi lain. Semoga para santri (baik alumni maupun yang masih menempuh pendidikan) terus semangat dalam mengejar impiannya.
Tinggalkan Komentar